Sebelum membeli rumah atau apartemen, Anda perlu untuk memahami betul perbedaan PPJB, PJB, AJB, dan SHM. Meski istilah-istilah ini mungkin sudah tidak asing di telinga Anda, namun pemahaman yang lebih kuat diperlukan agar Anda tidak kebingungan saat proses jual beli.
Nah, agar pemahaman Anda semakin mantap, simak perbedaan PPJB, PJB, AJB, dan SHM berikut!
(Sumber: unsplash.com)
PPJB atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli. Dengan kesepakatan ini, maka rumah, tanah, ataupun apartemen telah disepakati untuk dijual ke pembeli.
PPJB dibuat sebelum AJB. Beberapa hal ini perlu dicantumkan dalam PPJB, yaitu harga, termin pelunasan, dan pembuatan AJB.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada PPJB, yaitu:
1. Objek pengikat jual beli
Terdapat tiga objek pengikat jual-beli, yaitu luas bangunan beserta gambar arsitektur dan gambar spesifikasi teknis, lokasi tanah yang lengkap dengan nomor kavlingnya, dan luas tanah beserta perizinannya.
2. Kewajiban Jaminan Penjual
Penjual wajib menjamin bahwa properti yang dijual sesuai dengan yang ditawarkan pada pembeli. Penjual juga perlu menyatakan bahwa properti yang dijual tidak sedang menjadi jaminan utang atau sengketa.
3. Kewajiban Pembeli
Sama halnya dengan penjual, pembeli pun memiliki kewajiban. Pembeli wajib untuk membayar cicilan sesuai termin yang ditentukan, sehingga pelunasan dapat dilakukan tepat waktu. Apabila pembeli melanggar perjanjian, maka dapat dikenakan sanksi atau bahkan uang muka hangus.
(Sumber: freepik.com)
PJB atau Pengikatan Jual Beli merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli yang dibuat dengan akta notaris. Biasanya, PJB dibuat karena satu dan lain hal selama proses jual beli, misalnya pajak yang belum lunas.
Ada dua jenis PJB, yaitu PJB lunas dan PJB tidak lunas. PJB lunas dibuat apabila properti sudah dibayar, namun AJB belum bisa dibuat karena pajak belum lunas.
Sedangkan PJB tidak lunas dibuat apabila pembeli belum melunasi pembayaran. Terdapat beberapa hal perlu dicantumkan dalam PJB tidak lunas, yaitu uang muka yang dibayar pada saat penandatanganan PJB, termin pelunasan, serta sanksi-sanksi yang diberlakukan.
Sekilas PPJB dan PJB memang mirip. Namun, keduanya tetap memiliki perbedaan. Sederhananya, PPJB merupakan kesepakatan awal untuk mengikat antara penjual dan pembeli. Secara hukum, PPJB lebih lemah dari PJB karena hanya bersifat sementara.
Lain halnya dengan PJB. PJB merupakan pengikat hukum bagi penjual karena dibuat dengan akta notaris. Karena itu, secara hukum PJB lebih kuat dari pada PPJB. Selain itu, PJB dibuat setelah ada uang muka. Tidak seperti PPJB yang dapat dibuat dengan ataupun tanpa uang muka, tergantung dengan kesepakatan awal antara penjual dan pembeli.
Baca juga: Perbedaan Floating Rate dan Fixed Rate Yang Wajib Kamu Tahu
(Sumber: freepik.com)
Setelah transaksi jual beli dilakukan, maka AJB atau Akta Jual Beli terbit sebagai bukti terjadinya proses tersebut. AJB diterbitkan oleh PPAT atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Penerbitan AJB diatur melalui Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkabar 08 Tahun 2012) dan pembuatannya dilakukan setelah pajak dibayar lunas baik oleh penjual maupun pembeli.
(Sumber: freepik.com)
SHM atau Surat Hak Milik merupakan sertifikat yang membuktikan kepemilikan penuh atas properti, baik itu tanah, rumah, ataupun apartemen. Tidak seperti berkas-berkas lainnya, SHM merupakan bukti kepemilikan terkuat dan memiliki kekuatan hukum paling tinggi. Sehingga, status kepemilikannya tidak bisa diganggu gugat.
SHM diterbitkan oleh BPN. Proses pembuatannya dapat memakan waktu hingga hitungan bulan. Hanya warga negara Indonesia yang dapat memiliki SHM.
Salah satu perbedaan antara AJB dan SHM terletak pada kekuatannya dalam hukum. SHM memiliki kekuatan hukum lebih tinggi daripada AJB. Keduanya memang menjadi bukti kepemilikan properti, namun AJB tidak dapat dijadikan sebagai bukti yang sah.
AJB dibutuhkan ketika akan membuat SHM. Jika Anda membeli properti dengan AJB dan tanpa SHM, maka Anda yang perlu mengubahnya menjadi sertifikat. Jangan langsung puas dengan AJB saja, karena pada akhirnya pun, SHM tetap memiliki kekuatan hukum paling tinggi.
Proses mengubah AJB menjadi SHM membutuhkan waktu yang cukup lama. Dapat memakan waktu hingga hitungan bulan. Akan tetapi, alangkah lebih baik jika Anda tetap melalui prosedur ini.
Jika Anda bingung bagaimana cara untuk mengubah AJB menjadi SHM, Anda dapat menggunakan jasa notaris. Namun, jika Anda tidak ingin mengeluarkan biaya lagi, Anda pun dapat mengurusnya sendiri tanpa jasa notaris.
Prosesnya memang cukup rumit dan panjang. Namun, hasilnya akan sangat sepadan.
Berikut adalah beberapa tahapan yang dapat Anda lakukan jika akan mengubah AJB menjadi SHM tanpa jasa notaris:
1. Ajukan permohonan sertifikat
Langkah pertama yang perlu Anda lakukan adalah dengan melakukan ajukan permohonan ke PPAT setempat. Kemudian, PPAT akan memeriksa kesesuaian data yuridis dan data teknis sertifikat pemilik lama di BPN.
Ketika mengajukan permohonan, baik penjual maupun pembeli perlu untuk mempersiapkan beberapa berkas, yaitu:
2. Mengukur lokasi
Setelah mengajukan permohonan sertifikat ke PPAT, langkah yang selanjutnya dilakukan adalah mengukur properti langsung di lokasi. Ini dimaksudkan agar ada ukuran properti yang pasti sehingga data yang didapatkan lebih akurat.
Pengukuran lokasi ini baru dapat dilakukan setelah semua berkas lengkap dan pemohon sertifikat telah menerima tanda terima dokumen.
3. Pengesahan surat ukur
Apabila pengukuran lokasi telah dilakukan, hasilnya akan dipetakan dan dicetak oleh BPN. Kemudian, surat ukur akan disahkan dengan ditandatangani oleh pejabat berwenang.
4. Penelitian Oleh Petugas Panitia A
Apabila surat ukur telah disahkan, maka langkah selanjutnya adalah penelitian oleh petugas panitia A yang dilakukan di sub seksi pemberian hak tanah. Yang menjadi anggota panitia A merupakan petugas BPN dan lurah setempat.
5. Pengumuman Data Yuridis di Kelurahan dan BPN
Data yuridis permohonan hak tanah akan diumumkan di kantor kelurahan dan BPN dalam waktu 60 hari. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada pihak yang keberatan atas permohonan hak atas properti yang diajukan.
6. SK hak atas tanah terbit
Setelah itu, properti yang tadinya masih berstatus girik akan terbit dalam bentuk SHM.
7. Membayar BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah)
Selanjutnya, Anda perlu membayar biaya BPHTB. Besaran biaya yang perlu dikeluarkan tergantung dengan luas tanah dan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Pembayaran ini baru dapat dilakukan setelah surat ukur selesai dibuat.
8. Mendaftarkan SK hak atas tanah untuk penerbitan sertifikat
Setelah mendapatkan SK hak atas tanah, maka Anda dapat mendaftarkannya untuk penerbitan sertifikat pada sub seksi Pendaftaran Hak dan Informasi (PHI). Lama proses penerbitan ini tidak dapat dipastikan secara pasti. Namun, pada umumnya proses ini memakan waktu kurang lebih enam bulan.
Mengurus perubahan AJB menjadi SHM tanpa jasa notaris bukan berarti tanpa mengeluarkan uang sama sekali. Namun, memang tidak sebanyak biaya yang perlu dikeluarkan jika menggunakan jasa notaris.
Berikut adalah kisaran biaya yang perlu Anda siapkan:
–
Itu dia pengertian dan perbedaan PPJB, PJB, AJB, dan SHM. Perlu dipahami terlebih dahulu maksud dan fungsi setiap dokumennya sebelum Anda melakukan jual beli properti.
Jika Anda masih bingung dengan prosedur saat membeli rumah, CariProperti bisa bantu Anda mulai dari memilih rumah hingga proses jual belinya. Memiliki rumah idaman jadi lebih mudah dengan CariProperti. Kunjungi website resminya sekarang!
30 Aug 2024
6 Perbedaan Cluster dan Perumahan Residence
26 Jan 2023
Penting! Pahami Biaya IPL Perumahan Sebelum Cari Hunian
12 Aug 2022
Inilah Biaya AJB Rumah Baru Jika Anda Ingin Membeli Rumah